Thursday, March 29, 2012

Cara mengontrol Reciprocating Pump

Saya baru saja menyelesaikan sebuah FEED dan salah satu pelajaran baru yang saya dapatkan adalah bagaimana cara mengontrol PD Pump. Dan saya ingin share kepada pembaca.

Pengontrolan PD Pump berbeda dengan centrifugal pump, karena karakteristik pompa yang berbeda. Kurva pompa PD Pump sangat simple; bahkan karena saking simplenya, jadi jarang dipublikasikan.

Cara mengontrol laju alir dari sebuah PD Pump adalah sebagai berikut.

1. Discharge Throttling ? Oooo ...Tidak bissaaa (sule mode)

Tidak seperti Centrifugal pump yang dapat dikontrol laju alirnya dengan cara menthrottle discharge pompa, mengontrol laju alir lewat discharge throttling pada PD tidak akan berhasil. Jika anda memperkecil bukaan valve di depan pompa, laju alir PD yang dikeluarkan TIDAK AKAN BERUBAH. Teorinya seperti ini.


Terlihat dari grafik di Gambar di atas, jika valve di downstream pompa di perkecil bukaanya, diketahui bahwa perubahan flow dari Q1 dan Q2 sangat tidak signifikan. Dapat dilihat grafik tersebut, terjadi juga penambahan tekanan di discharge pompa. Be aware, bahwa kenaikan tekanan bisa menjadi sangat besar, dan bahkan bisa menjadi tidak terhingga. Resiko terbesar jika mengoperasikan PD Pump dengan discharge valve tertutup adalah built up pressure yang dapat melebihi MAWP pipa, sehingga mengakibatkan pipe rupture.

2. Speed Control

Speed Control works! Ini yang diaplikasikan di Project kami. Kurva pompa yang dikontrol dengan speed akan terlihat seperti ini.



Terlihat bahwa flow akan berkurang seiring dengan berkurangnya speed. Easy. Yang harus ditambahkan adalah VSD (Variable Speed Drive) -Ini dia masalahnya. Harga VSD cukup mahal. Tapi, jika uang bukan sebuah issue, metode pengontrolan ini dapat dilakukan. Well, beberapa vendor VSD memberikan harga yang cukup murah kok.

3. Recycle Control

Recycle Control works! Ini adalah cara termurah untuk mengontrol PD Pump. Jika kita tinjau dari sisi system curve, kurva pompa akan terlihat seperti ini.



Terlihat bahwa kurva sistem akan berotasi searah jaruh jam. Terlihat pula flow yang mengalir dari pompa pada dasarnya sama, namun tekanan yang menuju ke process berkurang. Laju alir yang menuju ke downstream process akan berkurang karena ada sebagian flow yang mengalir melalui recycle line.


Pembaca punya ide lain mengontrol PD Pump? Kenapa tidak berbagi pada kita semua?


Salam,
Gandi
-Ditengah issue BBM mau naik-


Source : http://www.driedger.ca/ce2_pdp/CE2_PDP.html



Friday, March 16, 2012

Injection Well Menurut API 14C

Jangan bilang siapa-siapa. Sebagai Process Engineer, saya baru membaca API 14C setelah bekerja selama 4 tahun!! :P. Jangan kaget... biasalah itu.


Lesson learned berharga buat saya yang mau saya share ke temen temen sesama junior engineer, PELAJARILAH API 14C! Walaupun 14C dibuat untuk aplikasi offshore, banyak yang juga bisa diterapkan juga di onshore. Mempelajari API 14C banyak manfaatnya. Diantaranya:

1. Diberikan guideline yang benar dan safe dalam membuat PFD dan P&ID
2. Diberikan guideline dalam membuat SAFE Chart.
3. Paling tidak, comment di saat HAZOP akan diminimalisir jika guideline dari 14C sudah diikuti.


Di kesempatan ini, saya ingin share experience dalam mendesain Injection Well yang benar dari sisi safety, yang direkomendasikan oleh API 14C. Kebetulan project yang sedang saya kerjakan berkaitan dengan sistem Water Injection, sehingga membutuhkan guideline untuk mendesain PFD Injection Well sesuai dengan standar safety.


Sebuah injection line ke berfungsi mengalirkan fluida injeksi ke dalam sumur untuk meningkatkan produksi. Hazard yang mungkin timbul di sini adalah:

1. Overpressure
Penyebabnya : blocked outlet, plug karena hydrate di sumur, control fail di upstream dan downstream

Yang terdeteksi dari hal ini adalah : High pressure.

2. Kebocoran
Penyebabnya : Macem macem. Vibrasi, material yang lebih kecil dari max expecting pressure, erosi, korosi, impact damage.

Yang terdeteksi dari hal ini adalah : Low pressure.


Here is the hint. Cek dan cocokkan safety device yang harus diinstall sesuai dengan SAC (Safety Analysis Checklist) di API 14C. Pastikan bahwa salah satu safety device dari tiap item safety device sudah dipasang, sebagai minimum requirement.

Dan item di SAC untuk Injection Line adalah sebagai berikut:

Pressure Switch High (PSH)
1. PSH di injection line; atau
2. PSH di upstream equipment
(Pilih salah satu aja). Contohnya begini:
Di sistem yang saya desain, source dari injection fluid adalah sebuah PD Pump yang telah memiliki PSH di discharge line-nya. Sehingga, saya tidak perlu menambah PSH tambahan di injection line.

Dalam kasus saya, jika set point PSH kena, maka injection source (dalam hal ini pompa, akan mati dan SDV di sumur akan ditutup).


Pressure Switch Low (PSL)
1. PSL di injection line; atau
2. PSL di upstream equipment

Sama. Ini boleh pilih salah satu juga. Di sistem yang saya desain, source dari injection fluid adalah sebuah PD Pump yang telah memiliki PSL di discharge line-nya. Sehingga, saya tidak perlu menambah PSL tambahan di injection line.
Dalam kasus saya, jika set point PSL kena, maka injection source (dalam hal ini pompa) akan mati dan SDV di sumur akan ditutup.

PSV
1. PSV di injection line; atau
2. PSV telah disediakan di injection source equipment
3. MAWP Injection line > Max injection pressure source

Ini boleh pilih salah satu juga. Contohnya begini:
Sebagaimana yang disebutkan di atas, source injection di sistem saya adalah PD Pump yang telah terpasang PSV di discharge line-nya. Sehingga, saya tidak perlu menambah PSV di injection line, karena PSV di source sudah dapat melindungi sistem dari overpressure.


Contoh lain, jika injection sourcenya adalah centrifugal pump, yang shutoff pressurenya adalah - let say - 3000 psig, lalu injection line didesain dengan rating 1500 ANSI , yang mana MAWPnya adalah 3750 psig @ 100 F;
maka anda tidak perlu menambah PSV di injection line-nya.

Check valve
1. Check valve di injection line.

Check valve dipasang sedekat mungkin dengan kepala sumur. Sehingga, jika ada kebocoran di upstream yang mengakibatkan pressure di sisi upstream sumur menjadi lebih rendah daripada tekanan di sumur, maka seluruh sistem yang berada di upstream sumur dapat diproteksi dari backflow. Anda boleh membuat double check valve untuk lebih memastikan bahwa backflow benar-benar tidak terjadi.

SDV
1. SDV terinstall; atau
2. Fluida injeksi adalah water dan sumur tidak memiliki kemampuan untuk mengalirkan balik hidrokarbon dari dalam sumur.


Agar lebih jelasnya, begini lah sketch yang dibuat berdasarkan SAC di atas:

Injection Line as per API 14C




Tunggu! Di sana ada TSE. Binatang apa itu?

TSE adalah Temperature Safety Element, dalam istilah lain, fusible plug. Fusible plug dibutuhkan di dekat kepala sumur, karena ada kemungkinan, hidrokarbon dari dalam sumur bocor dan mengakibatkan terjadinya kebakaran jika ada sumber api. Fusible plug akan memerintahkan deluge valve untuk membuka dan mengguyur area kepala sumur dengan fire water.



Do you have other idea? Why don't you share with me.



Keep learning!
Gandi Iswara























Thursday, March 15, 2012

Fungsi Straightening Vane

Ha! Harus saya akui, setelah 5 tahun menjadi Process Engineer, baru saya mengerti fungsi Straightening Vane setelah mengerjakan P&ID detail engineering dan berdiskusi dengan orang Instrument.
Ok...saya terima tertawaan dan celaan anda..Tapi ada pepatah, better late than never kan..??

Semua Process Engineer baru pernah melihat P&ID seperti kan?


Dimana Note 11 adalah:
"Provide upstream and downstream straight length"

Atau drawing seperti ini, dimana dipasang Straightening Vane di upstream flow transmitter.

Pertanyaan:

  1. Kenapa diperlukan straight length di upstream flow transmitter seperti gambar pertama?
  2. Kenapa di gambar kedua diperlukan straightening vane? Kenapa tidak sama dengan gamber pertama?

Jawaban:

  1. Agar pembacaan flow transmitter akurat, diperlukan flow yang smooth. Biasanya, akibat konfigurasi piping yang memiliki banyak belokan, naik dan turun, dll dapat mengakibatkan turbulensi sehingga pembacaan flow meter menjadi akurat. Untuk menghasilkan flow yang smooth agar pembacaan menjadi lebih akurat, maka diperlukan straight length (pipa yang lurus; yang tidak berbelok belok) di upstream dan downstream flow meter. ASME-MFC-3M mengatur berapa panjang straight length yang dibutuhkan agar pembacaan flow meter akurat. Biasanya sih 0.6D. Tapi, konsultasikan nilai-nya terlebih dahulu dengan Intsrument Engineer sebelum diputuskan. Setelah hal ini ditulis oleh Process Engineer di P&ID, Piping Engineer akan mendesain routing pipanya dimana pipa sebelum dan sesudah flow transmitter akan berupa pipa lurus sepanjang 0.6D atau sesuai dengan perhitungan di ASME-MFC-3M.
  2. Tatkala Piping Engineer mengindikasikan ruang yang ada tidak mencukupi untuk dibuat straight length (biasanya ini terjadi di Brownfield), maka diperlukan alat khusus untuk membuat flow menjadi laminar dan smooth, sehingga pembacaan flow transmitter tetap akurat. Device itu bernama Straightening Vane. Bentuk Straightening Vane itu begini kira-kira..

Straightening vane bebrbentuk bundle yang berisi banyak tube. Saat fluida memasuki tube-tube tersebut, flow menjadi laminar dan smooth, sehingga pembacaan flow transmitter akurat.

Do you have other idea? Why don't you share with me.

Salam
Gandi Iswara
Process Engineer
#Now, I found that sharing knowledge through blogging is the good way to spend my spare time..#




















Wednesday, March 14, 2012

Cara Mengontrol Pompa Centrifugal

Saya baru saja menyelesaikan sebuah FEED yang berisi banyak pompa. Salah satu tantangan dalam mendesain pompa dari sisi process engineering adalah bagaimana mengontrol flow dari pompa tersebut. Well, saya ingin share sedikit pelajaran yang saya peroleh mengenai cara mengontrol pompa. Tentu saja jika pembaca ingin share dan menanggapi thread ini, you are very welcome!

Ada 4 cara dalam mnegontrol flow dari pompa yang biasa digunakan di industri
1. Throtting discharge pompa
2. Recycle flow
3. Speed control
4. Tanpa kontrol sama sekali !

1. Throttling discharge pompa

Throttling discharge pompa dengan menggunakan control valve yang mendapat input dari sebuah flow control valve / pressure control valve / level control valve berarti mengadjust flow yang keluar dari pump discharge sesuai rate yang kita inginkan. Contoh ilustrasinya adalah gambar berikut




Skema control seperti ini sangat umum digunakan untuk aplikasi dimana flow yang diinginkan di user di downstreamnya memiliki kemungkinan untuk bervariasi. Misalnya, dalam proyek yang sedang saya kerjakan, pompa yang dipasang memiliki 2 operation mode (max dan minimum), dimana max flow adalah 25,000 bpd, dan minimumnya adalah 21,000 bpd.
So, dibutuhkan sebuah device untuk mengadjust flow sesuai yang diinginkan, yaitu salah satunya control valve di discharge pompa.

Yang terjadi dengan pompa adalah sebagai berikut;




Take a look at system curve pada gambar di atas. Pada awalnya, pompa mendistribusikan flow sebesar Q0 dengan system curve yang ada. Saat operator memasukkan nilai set point flow sehingga control valve memperkecil bukaan, maka system curve bergeser berlawanan arah jarum jam dan menjadi MOD sytem curve; menghasilkan tambahan delta P dan memberikan nilai flowrate baru, sebesar Q1.

2. Recycle Flow

Skema mengontrol flow dengan recycle flow adalah sebagai berikut


Prinsipnya, sebagian flow dialirkan kembali ke tangki, untuk mereduksi flow yang diinginkan di downstream user.

Yang terjadi dengan pompa adalah sebagai berikut;



Misalkan sebuah pompa di sebuah plant beroperasi pada Q0. Kemudian si operator mengadjust set point flow rate sebesar Q1 di downstream pompa. Maka yang terjadi adalah seperti grafik di atas. Terlihat bahwa system curve bergeser sesuai arah jarum jam dan menghasilkan Q1. Artinya, total pressure drop berkurang di discharge pompa dan total flow yang keluar dari pompa menjadi bertambah saat recycle valve dibuka.

Anyway, ada yang sedikit aneh di pojok kiri bawah kurva kan? Itu adalah system curve sebelum check valve di discharge pompa terbuka. Setelah melewati check valve, system curve akan lebih kecil karena restriksi yang dialami lebih sedikit.

Kekurangan dari skema ini adalah pompa harus di desain dengan desain flowrate lebih besar daripada yang diinginkan user. In my opinion, skema ini tidak rekomended, karena ada waste energy yang tidak diperlukan dari pompa.

3. Speed Control


Skema mengontrol flow dengan speed control adalah sebagai berikut



Pengontrolan flow dengan cara mengontrol speed pompa biasanya dilakukan dengan menggunakan device tambahan bernama VSD (Variable Speed Drive). Flow set point dari FIC di discharge pompa memberikan input nilai ke VSD. VSD yang menerima nilai dari FIC, akan mengadjust speed dari rotasi pompa, sehingga memberikan nilai flow yang sesuai.

Yang terjadi dengan pompa adalah sebagai berikut;

  
 

So, perubahan flowrate terjadi karena kurva pompa yang bergeser, sesuai permintaan flowrate, Jika flowrate di set di 100% design flow, RPM pomp akan disesuaikan ke 100%. Jika ingin mengurangi flow-let say ke Q2- maka perubahan ini akan direspons pompa dengan cara mereduksi speednya ke 40% dari maximum speed.

4. Tanpa kontrol sama sekali !
Jangan anggap sepele dulu, karena faktanya, sebagian besar pompa di desain seperti ini, termasuk pompa air di rumah saya. Familiar dengan ini?





Pompa akan beroperasi pada titik pertemuan system curve dan pump curve. Tidak ada kontrol (throttling, speed atau recycle) sehingga pompa akan mendistribusikan flowrate yang tetap setiap saat. Flowrate akan berubah jika ada peningkatan backpressure dikarenakan misalnya ada manual valve yang tidak sengaja ditutup / dibuka lebih kecil, atau ada penyumbatan di downstreamnya.

Design seperti ini sangat cocok diaplikasikan untuk sistem dimana flowrate yang diinginkan user bernilai konstan setiap saat. Murah meriah, karena tidak perlu instrumentasi pengontrolan.

Pembaca punya ide lain untuk mengontrol pompa? Why don't you share with us...


Salam
Gandi Iswara
Process Engineer

Merujuk ke http://www.driedger.ca/ce1_cp/CE1_CP.html












Friday, March 9, 2012

Aplikasi Skema Pressure Control untuk Atmospheric Tank

Setelah berteori ria di Skema Pressure Control Untuk Atm Tank sebelumnya, rasanya tidak lengkap kalau tidak disertakan contoh.


Seperti proyek yang pernah saya kerjakan, bagaimana desain pressure control untuk Tangki penyimpanan Diesel Oil yang benar?


Lalu kita gunakan flowchart di artikel sebelumnya :


1. Identify the fluid
Fluidanya: Diesel Oil at ambient temperature.


2. Apakah keberadaan O2 di dalam tangki akan berbahaya?
Ya. Menurut MSDS Diesel Oil, fluida ini bersifat flammable. Jadi, keberadaan O2 di dalam tangki akan berbahaya.


3. Apakah tekanan di dalam tangki > 16 in WC?
Ya.


==> Sampai disini, menurut skema yang diajarkan Opa Art, kita membutuhkan :
N2 Pad Tank, Dual N2 supply dan LP Alarm to be provided.

Tentu saja jika di fasilitas tersebut memiliki Fuel Gas yang bisa digunakan untuk blanketing, N2 dapat digantikan dengan fuel gas.



4. Apakah alat untuk mengurangi tekanan di dalam tangki dibutuhkan?


Yes. Berdasarkan API 2000, untuk tangki hidrokarbon dibutuhkan inbreathing dan outbreathing valve. So, sekali lagi, Yes.


So, menurut Opa Art, skema yang dipilih adalah : Arrangement B

Mari kita bahas sedikit..
Skema ini merekemondasikan dual PCV sebagai redundancy pada stream N2 / fuel gas yang masuk. PCV pertama di set open pada tekanan 6 in WC. Jika tekanan di downstream PCV masih terus berkurang hingga 2 PCV, maka PCV kedua akan terbuka.

Saya sangat setuju dengan sistem ini, karena PCV rentan terhadap stuck close. Jadi, in my opinion, redundancy PCV is a must.

Well, beberapa P&ID ditempat saya bekerja sebelumnya menggambarkan desain dimana PCV-nya hanya satu. Tapi, menurut saya, dari safety point of view, itu berbahaya. Karena, jika PCV tersebut mengalami stuck close, sementara tetap terjadi pumping out dari tangki yang menyebabkan pressure di dalam tangki terus berkurang; maka yang terjadi adalah tekanan di dalam tangki akan terus berkurang dan berpotensi mengalami collapse!


Untuk pressure release, Art merekomendasikan PCV yang diback up dengan PSV. In my point of view, desain ini super aman, karena jika terjadi fail di PCV , masih ada back up PSV proteksi terakhir dari tangki.


Lalu, bagaimana dengan desain pressure control dan proteksi terhadap tangki atmospheric berikut ini??



Terlihat disana ada single PCV yang menyuplai blanket gas jika terjadi penurunan tekanan. Untuk mengurangi tekanan, disediakan PCV yang akan terbuka jika tekanan di dalam tangki meningkat dan mencapai set point-nya.

Disamping itu, disediakan pula PVSV. Udara akan masuk melalui PVSV jika tekanan di dalam tangki berkurang, dan merelease tekanan berlebih di dalam tangki ke safe location.

Saya kurang menyukai desain ini, karena :

1. PCV untuk menyuplai blanket gas jika terjadi penurunan tekanan di dalam tangki hanya satu. Saya telah mengemukakan alasannya di atas.

2.  PVSV akan mengintroduce udara jika tekanan di dalam tangki berkurang dan mencapai set point-nya. Tangki yang tadinya hanya berisi hidrokarbon, sekarang memiliki kandungan udara dan hidrokarbon. Campuran hidrokarbon dan udara ini sangat berpotensi terbakar jika ada spark. Jadi, menurut saya, desain ini tidak safe.

Do you have other opinion? Why don't you share with me?
Salam,
Gandi Iswara




Skema Pressure Control Pada Atmospheric Tank

Saya menemukan artikel yang sangat bagus bagi para pembelajar (baca:newbie) Process Engineer mengenai guideline untuk mendesain pressure control untuk tangki atmosferik. Artikel ini saya dapatkan dari sepuh ART MONTEMAYOR di forum www.chesources.com.


Frankly speak, belum pernah ada senior, atau standar di EPC atau Client standard yang memberi guideline sedetail ini dalam hal mendesain skema pressure kontrol di tanki atmosferik (at least kepada saya,,.). Saya sangat terbantu dengan sumber yang diperoleh dari Opa Art. Dan saya ingin berbagi ilmu dengan pembaca..


Saya berharap, dengan guideline yang saya share ini, para newbie process engineer dapat terbantu dalam mendesain skema kontrol tekanan di tanki atmosferik.


Let us start...Secara umum, flowchart untuk memilih skema pressure control pada Atm Tank adalah sbb.


 (Maaf kalau terlalu kecil,.... Sedikit zoom in akan sangat membantu)


Sementara Arrangement A- K adalah sebegai berikut


Arrangement A:


Arrangement B




Arrangement C


Arrangement D




Arrangement E


Arrangement F


Arrangement G




Arrangement H




Arrangement J




Arrangement K




As usual, jika pembaca punya ide lain, mari dishare bersama untuk menambah khasanah pengetahuan kita.


Salam
Gandi Iswara
(newbie) Process Engineer



Wednesday, March 7, 2012

Mengapa RO Harus Diletakkan min. 600 mm di di Downstream BDV?

Sebagai newbie process engineer, pasti ada saatnya saya dan anda pembaca bertanya-tanya, kenapa di P&ID, di bagian Blowdown Valve (BDV) ada indikasi seperti ini:


Yang ingin saya highlight adalah kenapa ada jarak minimum antara BDV dan RO di downstream BDV sebesar 600 mm?




Thanks to http://webwormcpt.blogspot.com/, yang memberikan saya jawabannya..


Pressure drop terjadi sebagian besar di RO. Dengan adanya pressure drop yang besar, maka terjadilah JT Effect yang menyebabkan penurunan temperatur di downstream RO. Penurunan temperatur ini dapat menjadi sangat signifikan, bahkan mencapai suhu di bawah 0 C, dan bahkan dapat mengakibatkan freezing di dalam pipa.


Penurunan temperatur di RO akan berefek ke pipa upstream si RO, dan bahkan dapat berdampak ke BDV yang berada di upstream RO. Sehingga, ada kemungkinan valve body dari BDV akan ikut mengalami penurunan temperatur di bawah 0 deg C. Moisture yang ada di atmosfer sekitar BDV body dapat ikut membeku dan menempel di body BDV, sehingga operator akan sulit menutup BDV setelah blowdown selesai. Resiko selanjutnya adalah back flow dapat terjadi pada keadaan normal operation dari Flare header ke upstream equipment BDV.


Good engineering practice menyatakan, jarak 600 mm akan meminimalisir potensi "menjalarnya" efek temperatur yang rendah dari RO menuju BDV, sehingga meminimalisir potensi bahaya BDV stuck open.


Question:
Bagaimana jika penurunan temperatur di RO tidak akan mengakibatkan penurunan temperatur di bawah 0 deg C. Masih perlukah jarak min. 600 mm ini?


Answer:
Jawabannya tidak perlu. Karena main cause dari BDV stuck open tidak akan terjadi. Dalam hal ini, tidak ada yang perlu di khawatirkan tentang "menjalarnya" efek temperatur yang rendah dari RO menuju BDV.


As usual, your comment is highly appreciated


Salam
Gandi Iswara
(newbie) Process Engineer.



Monday, March 5, 2012

Packed Column Sizing (Part-1- Tower Diameter)

Saya terlibat dalam sebuah project yang melibatkan design sebuah kolom absorber. Basically, penghilangan dissolved oxygen dari water, dengan cara mengkontakkan water dengan fuel gas di dalam sebuah Contactor. Which is also called DEOXY TOWER. Contactor yang digunakan adalah sebuah Packed Column.


Saya ingin berbagi bagaimana cara saya mengestimasi tinggi dan diameter dari Packed Column ini. Semoga bermanfaat. Metode yang digunakan diambil dari GPSA 10th edition Chapter 19.
Dan as usual,, kalau ada pembaca yang punya comment, please let me know by giving me any feedback..


I. Menentukan Diameter Column
Metode yang digunakan dikenal dengan Eckert's General Formula. Formula ini berdasarkan sebuah chart sebegai berikut.




1.1. Hitung nilai di Sumbu X
So, intinya adalah menemukan nilai Gp a.k.a Tower Vapor Loading , kg/m.s2 (Lihat deh di sumbu Y, ada variabel Gp disitu...nah itu yang wajib dihitung).
Caranya, kita hitung dulu nilai di sumbu X, untuk kemudian mencari nilai di sumbu Y.Sumbu X itu terdiri dari variable sebagai berikut


Lp = Liquid Loading (kg/m.s2)
Gp = Tower Vapor Loading (kg/m.s2)


Well...unit of measurementnya cukup sulit dihitung (apalagi buat saya yang lebih doyan gaya shortcut..:p), maka ada cara lebih mudah untuk menghitung nilai X, yaitu:


Karena Lp/Gp equivalen dengan ML/MG, dimana:
ML = Liquid Mass Flowrate (kg/hr)
MG = Vapor Mass Flowrate (kg/hr)


 Dan ML dan MV merupakan variable yang unitnya cukup familiar bagi kita dan lebih gampang dihitung, maka nilai sumbu X dapat dihitung dengan formula:

  
 1.2. Tentukan nilai pressure drop accross packing
Biasanya nilai pressure drop ini di dapat dari kriteria Client. Contohnya, untuk project ini, si Client memberikan spesifikasi pressure drop = 0.5 inch H2O/ ft Packing ~ 43 mm H2O/m packing.

1.3 Tentukan nilai Sumbu Y
Tarik nilai Sumbu X yang diperoleh dari point 1.1 diatas, hubungkan nilai pressure drop di Chart Eckert tersebut, maka diperoleh nilai Sumbu Y. Tapi tidak berhenti disitu, karena nilai sumbu Y itu diperngaruhi banyak variable, yaitu:

1.4 Hitung nilai Gp
Nilai Sumbu Y sudah ketemu...
Viskositas liquid dan densitas gas dan liquid pasti diketahui.
Tinggal Fp (Packing Factor) ==> kira-kira kalau menggunakan 1" Flexi Ring, Fp = 210 /m. (Nilai Fp tergantung dari si process engineer yang mendesain nilai Fp. How to choose Fp? Sepertinya butuh pembahasan tersendiri nanti ya...)
So...Nilai Gp tinggal dihitung secara aljabar dengan formula:
Satuan Gp dalam kg/m.s2; densitas dalam kg/m3; viskositas dalam cp

1.5 Hitung nilai Contactor Diameter yang dibutuhkan

Cross sectional area (Ac)= Vapor Mass Flowrate / Gp/ 3600 ,  (m2)

Hence, diameter tower adalah
Dt = sqrt (4Ac /pi) -----> dalam satuan m.

Okeh...sudah diperoleh nilai diameter minimum Contactor kita. Sudah selesai kah? Ternyata belum. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, seperti :

Dengan Dt di atas, berapakah tinggi tower di bagian liquid hold up agar memenuhi kriteria liquid retention time ? Apakah tinggi tower yang diperoleh dapat diizinkan, terutama untuk fasilitas di Brown Field?

Seperti misalnya, pada kasus di project saya ini, saya memiliki limitasi ketinggian vessel tidak boleh melebih 12 m, karena mentok dengan crane yang berada di atasnya..

Ha! Apa yang harus dilakukan? Saya akan bahas di postingan selanjutnya..
Tapi tentu saja jika ada pembaca yang ingin menjawabnya, you are very welcome to fill in Comment part.

Salam,
Gandi Iswara
Si pembelajar yang haus ilmu..



Thursday, March 1, 2012

Pressure Break (Belajar API 14J) - Bagian 2

Sambungan dari Bagian 1


Setelah memahami pressure break pada bagian pertama (see: Pressure Break Bagian 1), maka saya akan mencoba menjelaskan lebih lanjut beberapa contoh di API 14J.


Casenya adalah, bagaimana jika di downstream valve 4 ditambahkan valve 5? Bagaimana pressure break yang benar?


API 14J memberikan penjelasan sebagai berikut.


Sama seperti cara sebelumnya, runut dari PSV pada LP SEPARATOR. Terlihat bahwa set pressurenya adalah 200 psig (150# ANSI). Runut hingga jumpai block valve pertama di upstreamnya, maka disitulah terjadinya pressure break.


So,kalau kita bandingkan dengan contoh sebelumnya, dimana tidak ada valve 5


Terlihat bahwa contoh ke-2 (sistem dengan desain yang menggunakan valve 5), akan memberikan desain yang lebih mahal, karena segmen piping dari Valve B,F, hingga valve 5 harus didesain dengan rating 5000 API, sementara contoh yang tanpa valve 5, segmen piping dari F ke LP SEPARATOR cukup dibuat di rating 150# ANSI.
Menarik bukan?