Tuesday, December 18, 2012

Apa yang terjadi jika Diff Head Pump (Jauh) Lebih besar daripada Actual Diff Head Yang Dibutuhkan?


Jawabannya: Jika selisihnya sangat besar, pompa akan trip. How come?

Jika anda berpikir bahwa dengan menyediakan pompa dengan diff head yang lebih besar daripada req. diff head akan memberikan jaminan bahwa pompa anda akan running dalam segala kondisi, maka anda harus berpikir kembali.

Dalam suatu kasus, salah satu pembaca blog ini pernah bertanya dalam artian yang kira-kira begini.

“Pompa saya memiliki diff head 10 bar. Sedangkan tekanan di discharge pompa 3.5 bar. Kenapa pompa saya selalu trip?”

Jawabannya: tidak ada yang salah dengan pompa anda. Yang salah adalah system pressure anda. System pressure  yang dihadapi pompa anda saat ini jauh dibawah diff head pompa. Silakan lihat kurva pompa berikut.

                                                              Fig.1

Pompa akan selalu beroperasi di titik pertemuan antara system pressure dan kurva pompa. Seperti yang terlihat di kurva pompa diatas, diff head yang disediakan pada Best Efficiency Point (BEP) adalah 10 bar, dan minimum head pompa adalah 8 bar. Sedangkan system pressure adalah 3.5 bar. As you see, antara kurva pompa dan system pressure tidak saling berhubungan.

Kurva pompa memiliki batasan di sisi kanan, yang disebut dengan maximum continous flow. Jika pompa dioperasikan melewati titik ini, maka yang terjadi adalah:


1. Konsumsi power akan jauh meningkat (lihat hubungan antara flow dengan kurva power). Umumnya motor memiliki proteksi berupa motor untuk trip, jika power yang dikonsumsi melebihi batas high tertentu. Hal ini disediakan untuk mencegah motor terbakar karena overload. Dan karena system pressure adalah 3.5 bar, artinya pompa akan beroperasi melewati titik max cont flow-nya, out of curve! Sehingga motor akan trip, dan otomatis pompanya juga akan trip

2. Melihat ke kurva NPSHR , maka dengan system pressure yang rendah, NPSHR akan menjadi sangat tinggi. Jika NPSHA yang disediakan oleh engineer dilewati oleh NPSHR ini, maka kavitasi akan terjadi dan pompa anda akan rusak.

3. Vibrasi. Selain karena faktor kemungkinan kavitasi, hal ini juga dikarenakan pompa akan beroperasi jauh di atas BEP-nya. 

Ketiga faktor di atas cukup menjelaskan bahwa JIKA diff head pompa didesain jauh di atas system pressurenya, maka pompa tidak akan dapat run.

Pertanyaan selanjutnya:

Kalau sudah terlanjur terbeli pompanya, bagaimana cara membuat pompa dapat tetap run?


Well, Ada 3 hal yang dapat dilakukan:


  •        Prinsipnya adalah menaikkan  system pressure sehingga system curve berpotongan dengan kurva pompa. Menaikkan system pressure berarti menambah pressure drop di system perpipaan yang dihadapi pompa. Dapat dilakukan baik dengan penambahan Restriction oriffice (RO) atau menambah control valve.
          Dalam kasus di atas, jika ingin menambhakan RO atau control valve, maka  pressure drop yang harus diberikan oleh RO ataupun control valve adalah: 10 – 3.5 bar = 6.5 bar.


  •       Jika opsi pertama adalah menaikkan system curve, maka opsi kedua adalah menurunkan pump curve. Jika masih memungkinkan, mintalah ke vendor pompa untuk mendesign ulang pompanya berdasarkan system pressure yang baru. Namun, jika sudah terlanjur didesign dan sudah tidak dapat berubah lagi, anda dapat menurunkan curve pompa dengan cara menambahkan VSD (Variable Speed Drive). VSD akan membuat kurva pompa anda seperti ini
                                                                   Fig 2

Silakan mampir ke tulisan saya sebelumnya di sini untuk pembahasan tentang pengontrolan flow lewat VSD.

Hasilnya adalah kurva pompa akan bertemu dengan system pressure pada suatu titik. Yang operator nantinya harus lakukan hanyalah masukkan set point flow agar VSD mengkonversi flow yang diinginkan ke speed pompa.


  •          Cara terakhir,adalah dengan “mencekik” manual valve di discharge pompa. Mencekik (memperkecil bukaan valve) di discharge pompa akan menaikkan system pressure drop sehingga system pressurenya bertemu dengan kurva pompa. Murah meriah. Namun, metode ini memilki resiko:
a.   Siapapun dapat merubah bukaan valve di lapangan. Dan jika itu terjadi, pompa beresiko trip

b.    Jika ukuran valve sangat besar, akan sangat sulit melakukan throttling, kecuali jika disediakan MOV (Motorized Operated Valve) untuk memudahkan buka tutup valve.

Any other opinion? Why don’t you share with us.

Gandi
Process Engineer



Monday, November 19, 2012

Dip Pipe dan Hazard Listrik Statis


Posting kali ini terisnpirasi dari pertanyaan rekan Rochmadi di postingan saya sebelumnya (Fungsi-siphon-breaker-di-inlet-pipa).

Quote:
“Kenapa filling line (di sebuah tangki atmosferik) harus di letakkan di bawah LLL?”
Unquote

The question sounds simple. However, the answer seems not that simple
Seperti yang telah anda ketahui, bahwa konfigurasi pengisian tangki storage ada 2 macam.
  1. Top Filling
  2. Bottom Filling

Keduanya memiliki pros dan cons masing-masing. Namun, pada posting kali ini, saya ingin berfokus pada  membahas konfigurasi Top Filling terlebih dahulu.

Sebagai Process Engineer, tentunya tidak asing bagi anda bila melihat bahwa konfigurasi pengisian tangki menggunakan metode Top Filling yang biasanya –jika tidak selalu- adalah dengan menggunakan sebuah device bernama DIP PIPE.

Berikut adalah contoh dimana Dip Pipe diaplikasikan




Dip pipe ini pada dasarnya hanya sebuah pipa yang tercelup pada kedalaman tertentu di dalam tangki, untuk mengarahkan fluida pada kedalaman tersebut saat pengisian tangki. 

However, mungkin jarang yang mengetahui bahwa penggunaan dip pipe ini sangat erat kaitannya dengan safety, yaitu untuk mencegah terjadinya bahaya fire dan/atau explosion yang diakibatkan listrik statis.

How come?

Hazard listrik statis pada Oil & Gas Facility adalah salah satu hazard yang sering dioverlook oleh Process Engineer. Sebagai Process Engineer, selama anda mengikuti HAZOP, berapa kali potensi bahaya ini pernah dibahas? Dari 3 HAZOP dan 1 HAZID yang pernah saya ikuti, sama sekali bahaya fire akibat listrik statis tidak pernah tersentuh (mungkin berbeda dengan pembaca yang sudah sepuh.. ), sehingga, bagi saya, ini menjadi hal yang sangat perlu dan menarik untuk diperhatikan, mengingat risk dari hazard ini cukup berbahaya.

Percobaan sisir yang digesekkan ke rambut, dan kemudian dapat menarik serpihan kertas yang kita lakukan saat SMP dahulu menjelaskan bahwa listrik statis timbul diakibatkan karena adanya gesekan antara dua benda yang bermuatan dan kemudian dipisahkan. Saat dua objek bersentuhan, muatan pada permukaan kedua benda akan berusaha untuk saling mencapai kondisi keseimbangan, sehingga elektron pada objek yang satu dapat berpindah ke objek lain yang bersentuhan dengannya. Saat mereka terpisah, elektron yang sudah “terlanjur” terpisah akibat berusaha mencapai keadaan kesetimbangannya akan tetap berada pada objek yang terakhir ditempatinya. Akibatnya,objek yang kehilangan elektron akan cenderung bermuatan positif¸sedangkan objek yang menerima elektron akan bermuatan negatif. Jika muatan ini tidak dialirkan ke “ground”, maka muatan tersebut akan diam dan menjadi “statis” (Ini alasannya kenapa disebut listrik statis).Jika muatan listrik terus terakumulasi, objek tersebut akan memiliki cukup energi untuk melepaskan muatan listrik ini dalam bentuk spark ke objek yang memiliki muatan listrik lebih rendah daripada dirinya.

Dalam oil & gas facility, potensi bahaya listrik statis dapat terjadi. Hidrokarbon adalah fluida yang cenderung dianggap insulator karena muatan listriknya sangat sedikit, sehingga hidrokarbon sangat mudah menerima elektron dari benda yang dilaluinya, seperti pipa. 

Dan beberapa contoh peristiwa yang mengakibatkan terbentuknya listrik statis di oil & gas facility diantaranya:

  • Aliran pada pipa


Disebabkan karena hidrokarbon bersentuhan dengan pipa, lalu kemudian terpisahkan karena hidrokarbonnya mengalir, maka elektron pada pipa dapat ikut terbawa oleh hidrokarbon dan ikut terbawa ke downstream equipmentnya (i.e. storage tank).

  • Filter


Dikatakan hidrokarbon yang melalui filter dapat membawa muatan listrik 200 kali lebih banyak daripada muatan listrik yang dibawa hidrokarbon karena mengalir lewat pipa.
  • Agitasi

Pergesekan antara fluida dan agitator akan memberikan perpindahan elekktron yang cukup banyak. Thus, menghasilkan muatan listrik pada hidrokarbon. Diperparah karena hidrokarbon yang masuk ke dalam tangki telah bermuatan listrik akibat gesekan dengan pipa dan filter di upstream tangki, sehingga gesekan antar hidrokarbon akibat turbulensi di dalam tangki pun akan menimbulkan lebih banyak listrik statis.
  • Filling

Splashing saat hidrokarbon difilling di atas permukaan fluida di dalam tangki mengakibatkan turbulensi dan mengakibatkan pergesekan antar hidrokarbon, dan antara hidrokarbon dan dinding tangki, sehingga akan mengakibatkan berpindahnya elektron pada hidrokarbon dan menimbulkan lebih banyak listrik statis.


Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa akumulasi muatan listrik pada objek (dalam hal ini hdrokarbon), dapat mengakibatkan spark. Kata orang pinter yang menyusun NFPA 77, hanya dibutuhkan perpindahan 1 elektron dari setiap 500 atom hidrokarbon untuk menghasilkan potensi spark.

Spark yang dihasilkan ini, jika bertemu campuran hidrokarbon + udara dengan kadar hidrokarbon yang berada di rentang Lower Flammable Limit (LFL) dan Upper Flammable Limit (UFL), surely akan mengakibatkan fire dan bahkan explosion dalam sebuah oil facility.

Bagaimana cara mencegahnya?

Di sinilah fungsi DIP PIPE itu.

Salah satu metode untuk mencegahnya adalah dengan menggunakan DIP PIPE. Dip Pipe membuat fluida dialirkan ke bagian bawah tangki,  sehingga menghilangkan potensi splashing dipermukaan fluida di dalam tangki pada saat filling. 

NFPA 77 bagian 8.5.2.1 memberikan guidance bahwa panjang dip pipe adalah tercelup /  berada di bawah  liquid level sedalam :
  • 2 x Pipe diameter, atau
  • 0.6 m
Whichever is less.

Angka di atas diyakini meminimalisir splashing, agitasi dan turbulensi pada saat filling, begitu kata orang pinter penyusun NFPA 77.

However, NFPA 77 tidak menyatakan liquid level yang mana yang dijadikan acuan (apakah HHLL, HLL, NLL, LLL, LLLL). Tapi, tebakan saya adalah NLL.

Jadi, untuk menjawab pertanyaan rekan Rochmadi :”“Kenapa filling line harus di letakkan di bawah LLL?”;

Jawabannya adalah -sesuai penjelasan di atas- yaitu untuk mereduksi potensi bahaya listrik statis saat filling tangki. Dengan koreksi sedikit, bahwa filling tidaklah mesti di bawah LLL, karena bisa jadi angka 2 x Pipe diameter atau 0.6 m dibawah NLL yang direkomendasikan oleh NFPA masih berada di atas LLL tangki.

Tindakan lainnya yang direkomendasikan oleh NFPA 77 untuk meminimalisir terjadinya  hazard listrik statis adalah mengurangi velocity fluida saat masuk ke tangki menjadi 1 m/s. Hal ini diyakini dapat mereduksi splashing dan turbulensi saat filling. This can be done- of course- by addition of enlarger at inlet tank nozle.

Tentu saja, metode di atas tidaklah sepenuhnya menghilangkan bahaya fire yang diakibatkan listrik statis. Sebagai Process Engineer, it is our duty to design our plant safely.

Hazard fire akibat listrik statis hanyalah akan terjadi kadar hidrokarbon pada campuran udara dan hidrokarbon berada di rentang LFL-UFL. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan blanket gas (i.e. inert gas / fuel gas) , sehingga hidrokarbon dipastikan tidak terekspos dengan udara, sehingga ignitable mixture (hidrokarbon + udara) tidak terjadi.

Selanjutnya, jika di upstream tangki terdapat filter, maka dianjurkan memberikan jarak sekitar 30 detik antara filter dan tangki untuk memberikan relaxation time. Orang orang pinter yang menyusun NFPA 77 percaya bahwa 30 detik ini akan mengakibatkan listrik statis yang dihasilkan akibat gesekan fluida dan media filter akan berkurang secara signifikan.

Selain itu, hal terpenting, pemasangan grounding pada tangki akan memberi tingkat keamanan yang lebih baik. Grounding akan mengakibatkan semua muatan listrik di dalam fluida akan mengalir ke ground, dan semua objek berada pada potensial listrik 0 (zero), sehingga potensi spark dan ujung ujungnya fire akibat listrik statis tidak terjadi.

Injeksi antistatis chemical juga dapat meng-enhance tingkat safety. Buat saya, terutama jika di upstream tangki ada filter, saya akan merekomendasikan untuk penginjeksian chemical ini. 


Any other thoughts? Why don’t you share with us, as always.


Regards,
Gandi Iswara





Monday, October 29, 2012

Fungsi Siphon Breaker di Inlet Pipa Tangki Atmosferik

Sebagai process engineer, pastinya anda pernah melihat P&ID untuk sebuah tangki seperti ini.




Gambar 1.
Have you ever wondering apa fungsinya weep hole harus disediakan di inlet nozle tangki seperti gambar di atas?

Untuk memahami apa fungsinya weep hole di pipa inlet menuju tangki seperti gambar di atas, hal yang wajib dilakukan pertama kali adalah memahami apa itu EFEK SIPHON

Akan lebih mudah menjelaskan apa itu efek siphon dengan gambar.


Gambar 2.
Perhatikan gambar di atas. Efek siphon adalah peristiwa dimana fluida mengalir dari reservoir menuju ke titik A, kemudian mengalir ke titik B.

Hal yang paling menarik dari Efek Siphon adalah bahwa fluida dapat mengalir dari reservoir ke titik A yang notabene memiliki ketinggian yang lebih besar daripada level reservoir. 

Terdengar seperti sulap, namun tentu saja ada penjelasan mekanika fluida di balik itu.

Pernah menyedot bensin dari tangki bensin motor ke botol-pake mulut dengan media selang? ( Hampir semua bikers pernah melakukan hal ini- i guess ). 

Jika anda pernah, maka akan lebih mudah memahaminya. 
Hal yang dibutuhkan adalah “hisapan pertama”, yang mengakibatkan fluida terisi penuh di sepanjang pipa (selang-red), lalu fluida akan mengalir sendiri setelahnya, ke titik yang lebih rendah.

Itu adalah contoh aplikasi efek siphon.

Pemberian “hisapan pertama” untuk mengisi penuh pipa adalah the key word. Dengan memberi hisapan, anda telah menciptakan beda tekanan yang rendah antara titik A dan reservoir. Itu alasannya fluida mengalir ke titik A. 

Selanjutnya, fluida mengalir ke titik B karena gravitasi.

Once pipa telah terisi penuh, disinilah Efek Siphon terjadi. Fluida akan mengalir ke titik B melalui titik A, tanpa perlu anda beri hisapan lagi- ASALKAN, titik B selalu lebih rendah daripada reservoir.

Orang pinter di luar sana menjelaskan bahwa hal ini disebabkan karena gaya kohesi yang besar antara partikel fluida. Anda dapat membayangkan fluida (bensin) sebagai sebuah rangkaian rantai. Saat mata rantai paling ujung telah melalui titik A, rangkaian rantai di belakangnya akan ikut tertarik sehingga rangkaian rantai tersebut akan mengalir secara kontinyu menuju titik A lalu menuju B . Yang harus dilakukan hanya satu, memberikan gaya tarik awal untuk menarik ujung rantai melewati titik A.

Teori berikutnya oleh orang pinter di luar sana adalah pada titik A, tercipta tekanan yang sedikit vakum, sehingga mampu menarik fluida dari reservoir menuju titik A.
Well, cukup untuk efek siphon.

Kembali ke laptop..Apa fungsinya Weep Hole di inlet pipa tangki?

Fungsinya adalah sebagai Siphon Breaker.

Contoh kasus adalah sebagai berikut.



Gambar 3.
Note:Pompa terletak di bawah LLL tangki.

Suatu saat Operator ingin memperbaiki flowmeter (FT) di upstream tangki, sehingga pada saat itu pompa haruslah dalam keadaan shutdown. Karena pompa dimatikan, jadilah tekanan di upstream tangki menjadi berkurang, dan pada  akhirnya akan sama dengan tekanan operasi tangki, yaitu atmosferik. 

However, tangki condensate masih berada di level 60%, dan karena fluida dimasukkan ke dalam tangki dengan menggunakan dip pipe ke LLL tangki, maka jadilah pipa sepanjang pompa dan tangki terisi penuh.

Sehingga di sini, syarat efek siphon terpenuhi:

    1. Adanya perbedaan level
    2.  Pipa terisi penuh



Saat pompa dalam keadaan shut down, sementara fluida di dalam tangki berada di level yang lebih tinggi daripada ketinggian pompa, maka –berdasarkan teori EFEK SIPHON yang telah dijelaskan di atas—akan terjadilah peristiwa dimana fluida mengalir balik ke arah pompa dan flowmeter, sehingga berpotensi operator yang mereparasi flowmeter terekspos dengan fluida di dalam tangki, sehingga menimbulkan hazard bagi operator, terutama jika fluida tersebut mengandung komponen yang toksik, atau berpotensi menyebabkan iritasi pada kulit manusia karena very low pH atau very high pH.

Disinilah efek weep hole dan siphon breaker itu berfungsi. Siphon breaker akan mengakibatkan  titik A pada inlet pipa menuju tangki ikut terkespos dengan udara atmosferik, sehingga tekanan di titik A sama dengan tekanan atmosferik.
Akibatnya, tekanan yang rendah (partial vakum) di titk A akan terpecah dan menjadi tidak vakum lagi;  sehingga efek SIPHON yang mengakibatkan aliran fluida balik tidak terjadi.

Pertanyaan selanjutnya: berapakah ukuran weep hole ini ?

Beberapa project dan literatur menunjukkan bahwa hole sebesar 10 mm sudah cukup untuk memecah siphon efek.

Any thoughts or other opinion? Why don’t you share with me.

Best regards,
Gandi
Process Engineer



Wednesday, August 29, 2012

Head Pompa Saat Start Up

Sebagai process engineer, bagaimana anda menghitung static head yang dibutuhkan untuk sistem seperti ini?


Kebanyakan process engineer akan menjawab : static head yang dibutuhkan adalah "b".
Alasannya ? Karena akan terjadi siphon effect point "b" dan titik tertinggi dari piping sistem. Fluida akan ditarik ke titik "b" karena titik "b" memberikan tekanan yang lebih rendah.

Bagi yang belum memahami apa itu siphon effect, silakan pelajari link berikut
http://www.pumpfundamentals.com/download/how_does_a_siphon_work.pdf

You know what? Untuk kondisi normal running : Jawaban di atas sangat benar. Sama dengan penjelasan di buku Mekanika Fluida yang dipelajari saat kuliah dulu.

Tapi sadarkah anda bahwa siphon effect terjadi hanya dan hanya jika pipa terisi penuh oleh liquid?

Bagaimana pada saat start up awal? Saat start up awal, kemungkinan besar piping berada dalam keadaan kosong. Pada kondisi ini, siphon effect tidak akan terjadi.Sehingga, pada saat start up, static head pompa yang dibutuhkan adalah "a".

Jadi, pompa membutuhkan discharge static head "a" pada saat start up, namun pada saat normal run, pompa hanya membutuhkan head sebesar "b".

Sehingga, seorang process engineer haruslah memastikan bahwa pompa yang terpasang memiliki head yang bisa meng-cover "a" dan "b".

Jika process engineer mendesain pompa untuk memprovide head "a" pada rated flowrate, ada 2 hal yang terjadi :

1. OK, secara hidrolik, pompa anda akan safe. Pasti akan mampu mendeliver fluida untuk ketinggian yang paling tinggi, pada saat start up.

Namun..

2. High cost daripada yang seharusnya! Karena : pressure arrival di destination point akan menjadi lebih tinggi daripada yang seharusnya, karena diff head pompa didesain lebih besar. Anda akan menaikkan desain pressure di downstream equipment dan piping untuk menjadi lebih besar.
Perusahaan anda rugi, bonus tidak jadi didapat , mungkin perusahaan anda kalah proposal. A nightmare, isn't it?

Sehingga, yang harus dilakukan adalah :
Desain pompa dengan required static head "b". Namun, dengan catatan, pastikan di pump curve yang ditawarkan oleh vendor bahwa pompa dapat mendeliver fluida untuk ketinggian "a" sebelum melewati minimum continuous flow.

Hal ini sangat krusial apabila beda ketinggian antara "a" dan "b" sangat besar. Saya pribadi pernah melihat sebuah desain piping dimana hal ini terjadi, disebuah platform lepas pantai.

Apabila hal tersebut terjadi, process engineer harus memastikan bahwa pompa yang dipilih TIDAK BOLEH memiliki kurva yang flat. Karena pada pompa dengan kurva yang flat, head pompa akan cenderung sama, berapapun flowratenya, sehingga berpotensi tidak dapat mendeliver fluida ke titik "a" pada saat start up.

Ada satu hal lagi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kasus "beda ketinggian antara "a" dan "b" sangat besar".

Yaitu lakukan start up dengan discharge piping terisi. Sehingga siphon effect akan langsung bekerja saat itu juga. Keuntungannya, anda tidak perlu capek capek memverifikasi kurva pompa, apakah bisa megcover kebutuhan start up apa tidak.

Kerugiannya: Anda harus memprovide portable pump saat pre-commissioning yang dapat memberikan head sebesar "a" untuk pre-filling discharge line. Anyway, karena provisi portable pump itu cukup gampang, ini bukan pilihan yang jelek.Tentu saja dengan BIG NOTE, bahwa fluida yang diisi saat pre-commissioning sama dengan service fluid yang digunakan pada kondisi normal.

Has different point of view? Wanna share your opinion?
You are very welcome.

Salam,
Gandi
Process Engineer

Monday, August 27, 2012

Apakah NPSHR Hidrokarbon (i.e. LPG) Lebih Kecil Daripada NPSHR Cold Water?

Apakah NPSHR Hidrokarbon (i.e. LPG) Lebih Kecil Daripada NPSHR Cold Water?
Jawabannya : Ya.

Pertanyaan yang paling penting sebenarnya adalah : Kenapa?


Berawal dari sebuah project yang saya ikut di dalamnya, dimana terjadi diskusi antara saya dan senior engineer. Kami berencana membeli pompa untuk service LPG. Setelah melakukan kalkulasi hidrolik, didapatlah nilai NPSHA yang dibutuhkan untuk pompa ini. Berdasarkan project criteria, nilai NPSHR haruslah lebih rendah 1 m dibandingkan NPSHA. Secara matematis, ditulis sebagai berikut:


NPSHA - NPSHR = 1 m.


Lalu, kami datang ke vendor dan memberikan process datasheet, yang berisi data NPSHA. Vendor lalu menyanggupi untuk memprovide NPSHR 1 m di bawah nilai NPSHA yang kami butuhkan.


Namun, nilai NPSHR yang ditawarkan oleh vendor adalah berdasarkan nilai NPSHR cold water. For your information,  untuk menentukan nilai NPSHR, harus melalui test oleh manufaktur. Sepengetahuan saya, prosedur test untuk menentukan NPSHR dari suatu pompa adalah sebagai berikut. 



Pompa ditest dan diukur diff. head-nya. Lalu tekanan di suction dikurangi (entah menggunakan valve atau vacuum pump). Tekanan suction terus dikurangi dan jika head pompa telah berkurang sebanyak 3%, maka tekanan suction yang menghasilkan penurunan tersebutlah yang dicatat sebagai NPSHR

Karena NPSHR yang ditawarkan oleh vendor adalah berdasarkan nilai NPSHR cold water, lalu Senior Process Engineer saya meminta agar vendor pompa memprovide pompa dengan NPSHR yang lebih kecil. Karena beliau menduga, selisih NPSHA - NPSHR = 1 m yang didasarkan atas test dengan Cold Water akan tidak cukup. Tidak safe. 

Intinya, beliau menduga, NPSHR dari hidrokarbon akan memberikan nilai yang lebih besar ketimbang NPSHR yang ditest berdasarkan Cold Water, sehingga beliau menganggap perlu membeli pompa dengan NPSHR yang lebih rendah.

Hasilnya, vendor tidak bisa menyanggupi, dan terpaksa kami mengubah tipe pompa dari horizontal pump, menjadi vertical pump. Lebih mahal, karena vendor nya lebih sedikit dan NPSHR lebih strict, plus penambahan pekerjaan civil works untuk memprovide kedalaman tertentu yang dibutuhkan oleh pompa.Belum lagi kerugian waktu project yang disebabkan karena perubahan ini.

Setelah melakukan beberapa studi, saya menemukan bahwa pendapat Senior Process Engineer saya tersebut SALAH. Alasannya adalah sebagai berikut:

NPSHR bukanlah NPSHA. Anda dengan mudah menentukan NPSHA dengan rumus Suction pressure - Vapor pressure. Karena vapor pressure LPG lebih tinggi daripada Cold Water, maka NPSHA LPG lebih rendah daripada NPSHA Cold Water. 

Tapi sekali lagi, ini NPSHR - bukan NPSHA!
Silakan sekali lagi membaca bagaimana cara menentukan NPSHR di atas.

Ringkasnya, NPSHR adalah NPSHA saat head pompa berkurang sebanyak 3%. Head pompa berkurang karena terbentuknya vapor di impeller eye. Prinsip termodinamika, semakin mendekati kondisi kritisnya, suatu fluida akan sulit terpisahkan antara liquid dan vapornya. Secara, LPG pada suhu yang sama dengan Cold Water, lebih mendekati kondisi kritisnya ketimbang Cold Water, sehingga vapor yang terbentuk oleh LPG di impeller eye menjadi lebih sedikit, ketimbang Cold Water.
Sehingga dibutuhkan tekanan yang lebih rendah -ketimbang Cold Water- untuk menghasilkan vapor yang lebih banyak di impeller eye. 

Dengan kata lain, dibutuhkan suction pressure yang lebih rendah untuk menghasilkan kavitasi saat uji coba NPSHR di workshop manufaktur.

Dengan kata lain, NPSHR LPG pastinya lebih kecil daripada NPSHR Cold Water pada kondisi suhu yang sama.

Sehingga, jika vendor pompa menstate bahwa NPSHA - NPSHR cold water = 1, 
maka NPSHA - NPSHR LPG akan bernilai > 1.

Jadi, jika anda membeli pompa untuk service LPG, percayalah bahwa NPSHR yang diprovide vendor - yang berdasarkan test dengan Cold Water itu - adalah AMAN. Bahkan, aktualnya, selisih antara NPSHA dan NPSHR anda akan lebih dari 1. Mungkin 1.4! So, don't worry, be happy, your pump is safe!

Tidak perlu anda mengganti tipe pompa, tidak perlu additional civil works, tidak perlu re-work. 

Namun, dibeberapa guideline seperti API dan COMPANY guideline, dikatakan bahwa TIDAK DIREKOMENDASIKAN mengurangi nilai NPSHR dari pompa untuk servis hidrokarbon, for Safety Reason and for Conservative approach.

API 610 mengatakan:
"Vendor is NOT allowed to provide correction factor of NPSHR for hydrocarbon service"

Karena NPSHR berdasarkan Cold Water itu adalah conservative dan sangat aman. Memang NPSHR untuk hydrocarbon pasti lebih kecil, tapi jangan sekali-kali anda mengurangi nilai NPSHR untuk hidrokarbon, saat menyediakan pompa. For Safety Reason. For Conservative approach.

Pun Chevron guideline menyatakan:
"The use of any NPSH correction factor which supposedly allows less NPSHR than cold water is not recommended."

Did you see how this mistake from unknown of basic engineering knowledge results in loss of money and time?
Semoga ini menjadi lesson learnt berharga buat semua Process Engineer, terutama saat akan membeli pompa hidrokarbon.

As usual, your comment is highly appreciated.

-the more you share, the more you learned-

Regards,
Gandi






Wednesday, May 2, 2012

Simulasi Component Splitter di Hysys/Unisim

Udah lama ngga isi blog *mengenyahkan sarang laba-laba*

Ini kali pertama saya memposting tentang simulasi. Secara, di PC baru diinstall Unisim trial yang akan expire setelah 30 hari. Hoho..

Objectif dari simulasi ini adalah mensimulasikan CO2 Membrane, yang memisahkan CO2 dari inlet gas sehingga kadar CO2 di gas stream berubah dari 8% menjadi 5 % mole CO2.

1. Develop sebuah PFD dengan gambar seperti ini. Component gas adalah C1,C2,C3,N2 dan CO2.


2. Di Component Splitter, definisikan hal hal berikut:
   a. Connection : Inlet, Product dan Waste Gas Stream
   b. Di bagian Parameter:
             b1. Pilih Equal temperature (Ini berarti outlet temperature di stream Product dan Waste Gas akan sama.
             b2. Pilih Equalize All Stream Pressure (Ini berarti outlet pressure di stream Product dan Waste Gas akan sama).
 c. Di Tab Split, put any number dari nilai split CO2 di product. Dalam hal ini, coba nilai 0.2.
d. Definisikan tekanan dan suhu di salah satu stream Product ata Waste Gas.
    Dalam kasus ini, saya mengasumsikan pressure drop di membrane adalah 2 kg/cm2g. Jadi, tekanan di outlet stream adalah 68 kg/cm2g.

3. Tambahkan ADJUST seperti gambar ini



Voila! CO2 di gas stream sekarang adalah 5% mole.


You have other method?
Why don't you share with us?


Sumber: webwormcpt.blogspot.com

Thursday, March 29, 2012

Cara mengontrol Reciprocating Pump

Saya baru saja menyelesaikan sebuah FEED dan salah satu pelajaran baru yang saya dapatkan adalah bagaimana cara mengontrol PD Pump. Dan saya ingin share kepada pembaca.

Pengontrolan PD Pump berbeda dengan centrifugal pump, karena karakteristik pompa yang berbeda. Kurva pompa PD Pump sangat simple; bahkan karena saking simplenya, jadi jarang dipublikasikan.

Cara mengontrol laju alir dari sebuah PD Pump adalah sebagai berikut.

1. Discharge Throttling ? Oooo ...Tidak bissaaa (sule mode)

Tidak seperti Centrifugal pump yang dapat dikontrol laju alirnya dengan cara menthrottle discharge pompa, mengontrol laju alir lewat discharge throttling pada PD tidak akan berhasil. Jika anda memperkecil bukaan valve di depan pompa, laju alir PD yang dikeluarkan TIDAK AKAN BERUBAH. Teorinya seperti ini.


Terlihat dari grafik di Gambar di atas, jika valve di downstream pompa di perkecil bukaanya, diketahui bahwa perubahan flow dari Q1 dan Q2 sangat tidak signifikan. Dapat dilihat grafik tersebut, terjadi juga penambahan tekanan di discharge pompa. Be aware, bahwa kenaikan tekanan bisa menjadi sangat besar, dan bahkan bisa menjadi tidak terhingga. Resiko terbesar jika mengoperasikan PD Pump dengan discharge valve tertutup adalah built up pressure yang dapat melebihi MAWP pipa, sehingga mengakibatkan pipe rupture.

2. Speed Control

Speed Control works! Ini yang diaplikasikan di Project kami. Kurva pompa yang dikontrol dengan speed akan terlihat seperti ini.



Terlihat bahwa flow akan berkurang seiring dengan berkurangnya speed. Easy. Yang harus ditambahkan adalah VSD (Variable Speed Drive) -Ini dia masalahnya. Harga VSD cukup mahal. Tapi, jika uang bukan sebuah issue, metode pengontrolan ini dapat dilakukan. Well, beberapa vendor VSD memberikan harga yang cukup murah kok.

3. Recycle Control

Recycle Control works! Ini adalah cara termurah untuk mengontrol PD Pump. Jika kita tinjau dari sisi system curve, kurva pompa akan terlihat seperti ini.



Terlihat bahwa kurva sistem akan berotasi searah jaruh jam. Terlihat pula flow yang mengalir dari pompa pada dasarnya sama, namun tekanan yang menuju ke process berkurang. Laju alir yang menuju ke downstream process akan berkurang karena ada sebagian flow yang mengalir melalui recycle line.


Pembaca punya ide lain mengontrol PD Pump? Kenapa tidak berbagi pada kita semua?


Salam,
Gandi
-Ditengah issue BBM mau naik-


Source : http://www.driedger.ca/ce2_pdp/CE2_PDP.html



Friday, March 16, 2012

Injection Well Menurut API 14C

Jangan bilang siapa-siapa. Sebagai Process Engineer, saya baru membaca API 14C setelah bekerja selama 4 tahun!! :P. Jangan kaget... biasalah itu.


Lesson learned berharga buat saya yang mau saya share ke temen temen sesama junior engineer, PELAJARILAH API 14C! Walaupun 14C dibuat untuk aplikasi offshore, banyak yang juga bisa diterapkan juga di onshore. Mempelajari API 14C banyak manfaatnya. Diantaranya:

1. Diberikan guideline yang benar dan safe dalam membuat PFD dan P&ID
2. Diberikan guideline dalam membuat SAFE Chart.
3. Paling tidak, comment di saat HAZOP akan diminimalisir jika guideline dari 14C sudah diikuti.


Di kesempatan ini, saya ingin share experience dalam mendesain Injection Well yang benar dari sisi safety, yang direkomendasikan oleh API 14C. Kebetulan project yang sedang saya kerjakan berkaitan dengan sistem Water Injection, sehingga membutuhkan guideline untuk mendesain PFD Injection Well sesuai dengan standar safety.


Sebuah injection line ke berfungsi mengalirkan fluida injeksi ke dalam sumur untuk meningkatkan produksi. Hazard yang mungkin timbul di sini adalah:

1. Overpressure
Penyebabnya : blocked outlet, plug karena hydrate di sumur, control fail di upstream dan downstream

Yang terdeteksi dari hal ini adalah : High pressure.

2. Kebocoran
Penyebabnya : Macem macem. Vibrasi, material yang lebih kecil dari max expecting pressure, erosi, korosi, impact damage.

Yang terdeteksi dari hal ini adalah : Low pressure.


Here is the hint. Cek dan cocokkan safety device yang harus diinstall sesuai dengan SAC (Safety Analysis Checklist) di API 14C. Pastikan bahwa salah satu safety device dari tiap item safety device sudah dipasang, sebagai minimum requirement.

Dan item di SAC untuk Injection Line adalah sebagai berikut:

Pressure Switch High (PSH)
1. PSH di injection line; atau
2. PSH di upstream equipment
(Pilih salah satu aja). Contohnya begini:
Di sistem yang saya desain, source dari injection fluid adalah sebuah PD Pump yang telah memiliki PSH di discharge line-nya. Sehingga, saya tidak perlu menambah PSH tambahan di injection line.

Dalam kasus saya, jika set point PSH kena, maka injection source (dalam hal ini pompa, akan mati dan SDV di sumur akan ditutup).


Pressure Switch Low (PSL)
1. PSL di injection line; atau
2. PSL di upstream equipment

Sama. Ini boleh pilih salah satu juga. Di sistem yang saya desain, source dari injection fluid adalah sebuah PD Pump yang telah memiliki PSL di discharge line-nya. Sehingga, saya tidak perlu menambah PSL tambahan di injection line.
Dalam kasus saya, jika set point PSL kena, maka injection source (dalam hal ini pompa) akan mati dan SDV di sumur akan ditutup.

PSV
1. PSV di injection line; atau
2. PSV telah disediakan di injection source equipment
3. MAWP Injection line > Max injection pressure source

Ini boleh pilih salah satu juga. Contohnya begini:
Sebagaimana yang disebutkan di atas, source injection di sistem saya adalah PD Pump yang telah terpasang PSV di discharge line-nya. Sehingga, saya tidak perlu menambah PSV di injection line, karena PSV di source sudah dapat melindungi sistem dari overpressure.


Contoh lain, jika injection sourcenya adalah centrifugal pump, yang shutoff pressurenya adalah - let say - 3000 psig, lalu injection line didesain dengan rating 1500 ANSI , yang mana MAWPnya adalah 3750 psig @ 100 F;
maka anda tidak perlu menambah PSV di injection line-nya.

Check valve
1. Check valve di injection line.

Check valve dipasang sedekat mungkin dengan kepala sumur. Sehingga, jika ada kebocoran di upstream yang mengakibatkan pressure di sisi upstream sumur menjadi lebih rendah daripada tekanan di sumur, maka seluruh sistem yang berada di upstream sumur dapat diproteksi dari backflow. Anda boleh membuat double check valve untuk lebih memastikan bahwa backflow benar-benar tidak terjadi.

SDV
1. SDV terinstall; atau
2. Fluida injeksi adalah water dan sumur tidak memiliki kemampuan untuk mengalirkan balik hidrokarbon dari dalam sumur.


Agar lebih jelasnya, begini lah sketch yang dibuat berdasarkan SAC di atas:

Injection Line as per API 14C




Tunggu! Di sana ada TSE. Binatang apa itu?

TSE adalah Temperature Safety Element, dalam istilah lain, fusible plug. Fusible plug dibutuhkan di dekat kepala sumur, karena ada kemungkinan, hidrokarbon dari dalam sumur bocor dan mengakibatkan terjadinya kebakaran jika ada sumber api. Fusible plug akan memerintahkan deluge valve untuk membuka dan mengguyur area kepala sumur dengan fire water.



Do you have other idea? Why don't you share with me.



Keep learning!
Gandi Iswara























Thursday, March 15, 2012

Fungsi Straightening Vane

Ha! Harus saya akui, setelah 5 tahun menjadi Process Engineer, baru saya mengerti fungsi Straightening Vane setelah mengerjakan P&ID detail engineering dan berdiskusi dengan orang Instrument.
Ok...saya terima tertawaan dan celaan anda..Tapi ada pepatah, better late than never kan..??

Semua Process Engineer baru pernah melihat P&ID seperti kan?


Dimana Note 11 adalah:
"Provide upstream and downstream straight length"

Atau drawing seperti ini, dimana dipasang Straightening Vane di upstream flow transmitter.

Pertanyaan:

  1. Kenapa diperlukan straight length di upstream flow transmitter seperti gambar pertama?
  2. Kenapa di gambar kedua diperlukan straightening vane? Kenapa tidak sama dengan gamber pertama?

Jawaban:

  1. Agar pembacaan flow transmitter akurat, diperlukan flow yang smooth. Biasanya, akibat konfigurasi piping yang memiliki banyak belokan, naik dan turun, dll dapat mengakibatkan turbulensi sehingga pembacaan flow meter menjadi akurat. Untuk menghasilkan flow yang smooth agar pembacaan menjadi lebih akurat, maka diperlukan straight length (pipa yang lurus; yang tidak berbelok belok) di upstream dan downstream flow meter. ASME-MFC-3M mengatur berapa panjang straight length yang dibutuhkan agar pembacaan flow meter akurat. Biasanya sih 0.6D. Tapi, konsultasikan nilai-nya terlebih dahulu dengan Intsrument Engineer sebelum diputuskan. Setelah hal ini ditulis oleh Process Engineer di P&ID, Piping Engineer akan mendesain routing pipanya dimana pipa sebelum dan sesudah flow transmitter akan berupa pipa lurus sepanjang 0.6D atau sesuai dengan perhitungan di ASME-MFC-3M.
  2. Tatkala Piping Engineer mengindikasikan ruang yang ada tidak mencukupi untuk dibuat straight length (biasanya ini terjadi di Brownfield), maka diperlukan alat khusus untuk membuat flow menjadi laminar dan smooth, sehingga pembacaan flow transmitter tetap akurat. Device itu bernama Straightening Vane. Bentuk Straightening Vane itu begini kira-kira..

Straightening vane bebrbentuk bundle yang berisi banyak tube. Saat fluida memasuki tube-tube tersebut, flow menjadi laminar dan smooth, sehingga pembacaan flow transmitter akurat.

Do you have other idea? Why don't you share with me.

Salam
Gandi Iswara
Process Engineer
#Now, I found that sharing knowledge through blogging is the good way to spend my spare time..#




















Wednesday, March 14, 2012

Cara Mengontrol Pompa Centrifugal

Saya baru saja menyelesaikan sebuah FEED yang berisi banyak pompa. Salah satu tantangan dalam mendesain pompa dari sisi process engineering adalah bagaimana mengontrol flow dari pompa tersebut. Well, saya ingin share sedikit pelajaran yang saya peroleh mengenai cara mengontrol pompa. Tentu saja jika pembaca ingin share dan menanggapi thread ini, you are very welcome!

Ada 4 cara dalam mnegontrol flow dari pompa yang biasa digunakan di industri
1. Throtting discharge pompa
2. Recycle flow
3. Speed control
4. Tanpa kontrol sama sekali !

1. Throttling discharge pompa

Throttling discharge pompa dengan menggunakan control valve yang mendapat input dari sebuah flow control valve / pressure control valve / level control valve berarti mengadjust flow yang keluar dari pump discharge sesuai rate yang kita inginkan. Contoh ilustrasinya adalah gambar berikut




Skema control seperti ini sangat umum digunakan untuk aplikasi dimana flow yang diinginkan di user di downstreamnya memiliki kemungkinan untuk bervariasi. Misalnya, dalam proyek yang sedang saya kerjakan, pompa yang dipasang memiliki 2 operation mode (max dan minimum), dimana max flow adalah 25,000 bpd, dan minimumnya adalah 21,000 bpd.
So, dibutuhkan sebuah device untuk mengadjust flow sesuai yang diinginkan, yaitu salah satunya control valve di discharge pompa.

Yang terjadi dengan pompa adalah sebagai berikut;




Take a look at system curve pada gambar di atas. Pada awalnya, pompa mendistribusikan flow sebesar Q0 dengan system curve yang ada. Saat operator memasukkan nilai set point flow sehingga control valve memperkecil bukaan, maka system curve bergeser berlawanan arah jarum jam dan menjadi MOD sytem curve; menghasilkan tambahan delta P dan memberikan nilai flowrate baru, sebesar Q1.

2. Recycle Flow

Skema mengontrol flow dengan recycle flow adalah sebagai berikut


Prinsipnya, sebagian flow dialirkan kembali ke tangki, untuk mereduksi flow yang diinginkan di downstream user.

Yang terjadi dengan pompa adalah sebagai berikut;



Misalkan sebuah pompa di sebuah plant beroperasi pada Q0. Kemudian si operator mengadjust set point flow rate sebesar Q1 di downstream pompa. Maka yang terjadi adalah seperti grafik di atas. Terlihat bahwa system curve bergeser sesuai arah jarum jam dan menghasilkan Q1. Artinya, total pressure drop berkurang di discharge pompa dan total flow yang keluar dari pompa menjadi bertambah saat recycle valve dibuka.

Anyway, ada yang sedikit aneh di pojok kiri bawah kurva kan? Itu adalah system curve sebelum check valve di discharge pompa terbuka. Setelah melewati check valve, system curve akan lebih kecil karena restriksi yang dialami lebih sedikit.

Kekurangan dari skema ini adalah pompa harus di desain dengan desain flowrate lebih besar daripada yang diinginkan user. In my opinion, skema ini tidak rekomended, karena ada waste energy yang tidak diperlukan dari pompa.

3. Speed Control


Skema mengontrol flow dengan speed control adalah sebagai berikut



Pengontrolan flow dengan cara mengontrol speed pompa biasanya dilakukan dengan menggunakan device tambahan bernama VSD (Variable Speed Drive). Flow set point dari FIC di discharge pompa memberikan input nilai ke VSD. VSD yang menerima nilai dari FIC, akan mengadjust speed dari rotasi pompa, sehingga memberikan nilai flow yang sesuai.

Yang terjadi dengan pompa adalah sebagai berikut;

  
 

So, perubahan flowrate terjadi karena kurva pompa yang bergeser, sesuai permintaan flowrate, Jika flowrate di set di 100% design flow, RPM pomp akan disesuaikan ke 100%. Jika ingin mengurangi flow-let say ke Q2- maka perubahan ini akan direspons pompa dengan cara mereduksi speednya ke 40% dari maximum speed.

4. Tanpa kontrol sama sekali !
Jangan anggap sepele dulu, karena faktanya, sebagian besar pompa di desain seperti ini, termasuk pompa air di rumah saya. Familiar dengan ini?





Pompa akan beroperasi pada titik pertemuan system curve dan pump curve. Tidak ada kontrol (throttling, speed atau recycle) sehingga pompa akan mendistribusikan flowrate yang tetap setiap saat. Flowrate akan berubah jika ada peningkatan backpressure dikarenakan misalnya ada manual valve yang tidak sengaja ditutup / dibuka lebih kecil, atau ada penyumbatan di downstreamnya.

Design seperti ini sangat cocok diaplikasikan untuk sistem dimana flowrate yang diinginkan user bernilai konstan setiap saat. Murah meriah, karena tidak perlu instrumentasi pengontrolan.

Pembaca punya ide lain untuk mengontrol pompa? Why don't you share with us...


Salam
Gandi Iswara
Process Engineer

Merujuk ke http://www.driedger.ca/ce1_cp/CE1_CP.html