Just got a lesson learnt from dalam sebuah ongoing project yang saya kerjakan.
A valuable one!
Ada satu pertanyaan cukup sering terlontar oleh Process Engineer pemula seperti saya. Bahkan diforum-forum process engineering seperti chesources pun pernah ditanyakan.
Kapan kita butuh vortex breaker?
Jawaban yang saya temui di chesources adalah straight forward: Selalu pasang vortex breaker.
Well..Saya pribadi punya pendapat lain.
Ada philosophy process engineering yang harus dipahami disitu dan menurut philosophy itu, mungkin Vortex breaker tidak perlu selalu dipasang.
The name says it all. Vortex Breaker berarti device untuk menghilangkan vortex.
Beberapa contoh vortex dapat dilihat di gambar berikut (http://www.pumpfundamentals.com)
Vortex sendiri terjadi karena kurang tingginya level liquid pada sebuah reservoir yang mengalirkan fluida ke tempat lain, yang mana fluida mengalir dari reservoir ke tempat lain karena adanya static head yang dimilikinya.
Key word: Level liquid yang kurang
Now, take a look at this system:
Dalam sebuah sistem di atas, resiko akhir jika terjadi vortex adalah terikutnya vapor yang berada di atas permukaan liquid ke suction pompa, sehingga mengakibatkan kerusakan impeller, lead to pump damage, lead to asset loss (and potential fire).
Hydraulic Institute dalam The Hydraulic Institute's Pump Intake Design ANSI/HI 9.8-1998 standard mencantumkan formula untuk menghitung minimum Submerge (S) ; yaitu ketinggian liquid minimum untuk mencegah terjadinya vortex sebagai:
S = D + 0.574Q / D^1.5
S = Submerge (inch)
D = Pipe ID (inch)
Q = Flowrate (USGPM)
Berdasarkan definisi Submerge (S) diatas, now, we have a simple rule:
Jika level liquid yang anda miliki > S; berarti vortex TIDAK akan terjadi.
Jika level liquid yang anda miliki < S; berarti vortex akan terjadi
Dalam mendesain pompa, process engineer biasanya menentukan nilai NPSHA berdasarkan level liquid tertentu, dan biasanya nilai tersebut juga dijadikan LSL (Level Switch Low) set point untuk mematikan pompa.
Melihat fakta bahwa vortex tidak akan terjadi apabila minimum liquid level terjaga (sebesar nilai "S"), maka seharusnya vortex breaker tidak diperlukan jika settingan LSL lebih besar daripada nilai "S".
Dalam bahasa mudahnya:
Pompa sudah stop sebelum vortex terbentuk. What's the point of providing Vortex Breaker?
However, tentu saja tetap menyediakan vortex breaker bukan hal yang buruk. Konservatif. Meskipun sebenarnya mubazir.
Namun, bagaimana jika ternyata LSL set point ternyata nilainya lebih kecil daripada nilai "S"?
Ada dua hal yang bisa dilakukan:
1. Menaikkan nilai LSL. Which means, dapat berimpact pada semakin besarnya kebutuhan untuk tinggi vessel dan berujung-ujung pada tidak ekonomis.
Atau..
2. Memasang vortex breaker, sehingga meskipun vortex terjadi, pompa telah terproteksi oleh Vortex breaker.
Sebenarnya ada satu cara lagi. Yaitu memasang Bellmouth di Intake pompa.
Tapi sepertinya lebih enak dibahas lain kali..
What do you think?
Thursday, June 27, 2013
Monday, June 24, 2013
Return Line di Positive Displacement Pump
It's been a while. Semuanya karena saya sangat malas menulis sibuk akhir-akhir ini.
Anyway..
Sesuai judul postingan ini, pernah penasaran apa fungsi dari recycle line di discharge pompa Positive Displacement Pump di atas?
Minimum Flow?
Bukan. Karena ini adalah Positive Displacement (PD) Pump. Berbeda dengan centrifugal pump yang memiliki nilai minimum flow dan flow berubah sesuai sistem pressure, PD Pump merupakan constant flow device. Yang berarti pompa akan memberikan flow yang konstan, berapapun sistem pressure yang dihadapi.
So, PD Pump tidak memerlukan Minimum Flow line sebagaimana centrifugal pump.
Control Flow?
Bisa jadi. Pembaca bisa merefer kembali ke tulisan saya sebelumnya tentang Cara Mengontrol Positive Displacement Pump disini
HOWEVER, melihat dari P&ID di atas, recycle line disini bukanlah sebagai flow control, karena disitu tidak ada sinyal dari Flowmeter yang terhubung ke Recycle Line, seperti seharusnya flowcontrol. Yang ada hanyalah interlock dari PSD di kedua valve, dimana logicnya adalah:
Jika PSD tertrigger => Valve 1 CLOSE ; Valve 2 OPEN.
This is clearly bukan flow control.
Jadi, fungsinya apa kalau begitu?
Ok. Fungsi utamanya adalah untuk mengantisipasi surge pressure.
Contoh case adalah sebagai berikut.
PD Pump yang sedang mentransfer water dari sebuah tangki menuju sumur injeksi yang berada di platform yang berbeda -yang dihubungkan dengan jumper line-mendapatkan sinyal PSD akibat low low pressure (PSLL) di sumur injeksi (karena ada leak di pipa dekat sumur injeksi), sehingga pompa harus stop.
Action dari PSD ini adalah:
PD Pump stop;
V-1 di platform A akan menutup;
dan V-2 akan membuka
Contoh case di atas akan mengakibatkan surge pressure di downstream PD pump.
Gambar berikut adalah salah satu contoh surge pressure yang diakibatkan.
Surge pressure adalah fluktuasi tekanan. Dapat terjadi akibat sudden start dan sudden stop dari PD Pump. Fluktuasi tekanan, terutama di menit-menit awal pompa stop bisa cukup besar, dan bisa jadi melebihi tekanan MAWP pipa. Plus disana terjadi fluktuasi tekanan yang mengakibatkan cyclic operation di dalam pipa, sehingga pipa dapat fatigue dan terjadi failure di pipa (leak, rupture).
Keberadaan recycle line yang terbuka jika PD Pump stop akan merelease surge pressure dan akan menstabilkan pressure di pipa discharge pompa, sehingga peak dan cyclic pressure seperti diatas tidak terjadi atau setidaknya diminimise.
Ini seperti jika anda naik kendaraan, lalu berhenti tiba-tiba. What do you feel? Seperti itulah pengiasan surge pressure yang dialami perpipaan di downstream pompa jika stop tiba-tiba.
Of course, ada device lain pencegah surge pressure bernama Pulsation Dampener. Pulsation dampener juga berfungsi menstabilkan surge pressure, but in my personal opinion, pulsation dampener hanya sedikit membantu. Plus, failure rate pulsation dampener yang cukup tinggi, karena cushion yang berisi N2 di dalamnya sering dilaporkan pecah atau N2 nya sering leak. Saya akan tetap merekomendasikan pemasangan Recycle Line di downstream PD Pump.
Any other thougths?
Subscribe to:
Posts (Atom)